Ecobiz.asia – Indonesia tengah bersiap menghadapi perubahan besar dalam pelaporan korporasi seiring rencana penerapan penuh standar internasional International Financial Reporting Standards (IFRS) S1 dan S2 pada Juli 2027.
Standar ini akan mendorong perusahaan mengintegrasikan pengungkapan praktik keberlanjutan dan risiko iklim ke dalam laporan keuangan mereka.
Prabandari I. Moerti, anggota Dewan Standar Keberlanjutan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sekaligus anggota Dewan Standar Keberlanjutan (DSK), mengatakan transisi ini selaras dengan tren global yang menuntut transparansi lebih besar.
“Kami menerima dorongan kuat dari investor dan organisasi internasional untuk memiliki pengungkapan keberlanjutan yang terstandarisasi,” ujarnya pada seminar “Peran IFRS dalam Perencanaan Pembangunan Nasional Berketahanan Iklim” yang diselenggarakan Pusat Perubahan Iklim ITB di Bandung, Rabu (30/7/2025).
IFRS S1 dan S2 dirancang untuk melengkapi laporan keuangan tradisional yang berfokus pada transaksi historis dengan pengungkapan proyektif terkait risiko dan peluang jangka panjang, terutama dampak perubahan iklim pada model bisnis perusahaan.
“Pelaporan korporasi tidak lagi terbatas pada transaksi masa lalu, tetapi mencakup risiko iklim dan peluang keberlanjutan yang dapat memengaruhi strategi bisnis,” jelas Prabandari.
Menurutnya, tantangan utama bagi dunia usaha adalah menyesuaikan sistem pelaporan dengan standar baru, khususnya bagi sektor yang terdampak langsung isu iklim seperti pertanian dan energi.
“Contohnya, perusahaan di sektor pertanian harus mulai mengungkapkan risiko keberlanjutan pasokan air yang erat kaitannya dengan dampak perubahan iklim,” ujarnya.
Prabandari menilai penerapan IFRS S1 dan S2 juga akan meningkatkan daya tarik Indonesia bagi investasi berkelanjutan.
“Integrasi ESG dalam strategi bisnis dapat memperkuat akses pendanaan dan posisi Indonesia di perekonomian global,” katanya.
Meski begitu, ia mengakui banyak perusahaan, khususnya di industri tradisional, masih menghadapi kesulitan dalam memetakan rantai nilai dan mengonsolidasikan data keberlanjutan lintas anak perusahaan.
“Proses ini menuntut harmonisasi praktik keberlanjutan di seluruh lini operasi,” tambahnya.
Dengan tenggat waktu 2027 yang semakin dekat, regulator dan investor global terus memantau kesiapan Indonesia. Penerapan IFRS S1 dan S2 dinilai akan menjadi langkah penting menuju transparansi keuangan dan lingkungan yang lebih kuat, sekaligus mempercepat transisi menuju ekonomi hijau. ***