Ecobiz.asia – Negosiator Indonesia diharapkan bisa melihat celah dan peluang untuk menempatkan Indonesia pada posisi yang terbaik berdasarkan kepentingan nasional pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFFCCC di Baku, Azerbaijan, pada 11-22 November 2024.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat Kick Off Meeting Persiapan Delegasi Indonesia menjelaskan COP29 UNFCC akan fokus pada dua pilar, yaitu “meningkatkan ambisi” dan “memungkinkan tindakan”.
Sementara terkait dengan negosiasi, akan ada dua isu prioritas yang ingin dicapai pada COP29 UNFCCC. Pertama tentang New Collective Quantified Goal (NCQG) dan kedua tentang operasionalisasi Article 6 Paris Agreement yang mengatur tentang kerja sama melalui pasar maupun non pasar.
Baca juga: Kementerian ESDM Sebut CCS Solusi Reduksi Emisi Karbon di Industri Semen, Baja, dan Petrokimia
“Saya mengharapkan negosiator Indonesia dapat memperoleh gambaran lansekap utama negosiasi di COP29 dan sekaligus dapat mencermati lebih mendalam terhadap perkembangan yang terjadi selama periode inter-sessional menjelang COP29, serta mencari celah dan peluang untuk menempatkan Indonesia pada posisi yang terbaik berdasarkan kepentingan nasional Indonesia,” kata Menteri Siti.
Dia menjelaskan, untuk isu NCQG yang merupakan target pendanaan iklim baru mulai periode 2025. “Indonesia menyerukan agar Para Pihak bercermin pada pengalaman dan tidak mengulang kesalahan yang sama dalam mewujudkan aliran pendanaan kepada negara berkembang sebesar US$ 100 miliar/tahun yang seharusnya telah terwujud sejak tahun 2020,” katanya.
Pada kesempatan itu, Menteri Siti juga menjelaskan, Indonesia telah menunjukan leading by example dalam ambisi menurunkan emisi karbon dan telah diakui dunia internasional sebagai negara super power dalam pengendalian perubahan iklim.
Diantaranya adalah melalui peningkatan target reduksi emisi GRK dari 29% menjadi 31,89% melalui pendanaan nasional, dan hingga 41% menjadi 43,20% melalui dukungan internasional.
Kedua, Indonesia telah memiliki kebijakan perencanaan meliputi FOLU Net-sink 2030, Long Term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050 dan visi Net Zero Emission 2060 atau lebih cepat.
Ketiga Indonesia juga telah memiliki regulasi atau dasar hukum dan kelembagaan penyelenggaraan NDC dan implementasi Article 6 of the Paris Agreement berupa Peraturan Presiden Nomor 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon.
Keempat Indonesia juga telah memiliki beberapa infrastruktur untuk implementasi kerangka transparansi meliputi Sistem Inventarisasi GRK Nasional SIGN-SMART, Sistem Registri Nasional dan MRV, dan Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK).
Baca juga: Konferensi Iklim COP29 UNFCCC, Paviliun Indonesia Jalankan Misi Soft Diplomacy
Selain itu Indonesia juga telah memiliki Bursa Karbon, Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim dan Karbon, dan FOLU Operation and Collaboration Center (FOLU COLL) yang menjadi pusat kendali operasional FOLU Net Sink.
“Ini tidak main-main kita kerja keras betul, Jadi Indonesia sangat serius dalam upaya pengendalian perubahan iklim,” tegas Menteri Siti. ***