Ecobiz.asia – Peningkatan green skills dan digital skills menjadi keharusan bagi dunia kerja Indonesia untuk mendukung percepatan transisi menuju ekonomi hijau.
Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga pendidikan menjadi kunci untuk menyiapkan SDM yang adaptif, kompeten, dan siap bersaing dalam pasar kerja hijau yang terus tumbuh.
Demikian mengemuka dalam webinar FOLU Talks bertajuk “Mencipta Karir, Menjaga Bumi: Kolaborasi Lintas Sektor dalam Penyiapan SDM Green Jobs Kehutanan”, Rabu (5/11/2025).
Kepala Pusat Perencanaan Pengembangan SDM Kementerian Kehutanan, Tuti Herawati menegaskan bahwa upskilling dan reskilling diperlukan untuk membangun tenaga kerja kehutanan yang mampu menjawab tantangan pengelolaan hutan lestari di era ekonomi hijau.
“Pengembangan kompetensi SDM kehutanan dibangun di atas tiga pilar, yakni penetapan standar kompetensi kerja yang kuat, penguatan lembaga pendidikan dan pelatihan, serta lembaga sertifikasi kompetensi,” kata Tuti.
Menurutnya, peningkatan kapasitas ini penting agar tenaga kerja kehutanan tidak hanya memahami aspek teknis, tetapi juga memiliki kemampuan menjaga keberlanjutan secara ekologis, sosial, dan ekonomi.
“Dengan SDM yang kompeten, hutan bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga ruang karir yang membanggakan bagi generasi berikutnya,” ujarnya.
Kementerian Kehutanan mencatat terdapat lebih dari 55 ribu SDM non-aparatur yang bekerja di berbagai bidang kehutanan, hampir tiga kali lipat dari jumlah ASN di kementerian tersebut. Mereka berasal dari berbagai bidang seperti konservasi sumber daya alam, perhutanan sosial, pengelolaan hutan lestari, hingga pengendalian kebakaran hutan. Untuk memperkuat peran mereka, kementerian sedang memfinalisasi Kamus Jabatan Nasional Bidang Kehutanan yang mencakup 187 jabatan hijau sebagai panduan pengembangan karier dan kompetensi.
Sementara itu, Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Isnarti Hasan, menegaskan pentingnya penguatan green skills dan digital skills dalam menghadapi perubahan pasar kerja global.
“Pasar tenaga kerja kini dipengaruhi oleh tiga faktor utama: perubahan iklim, kemajuan teknologi, dan perubahan demografi penduduk. Tenaga kerja yang tidak memiliki kompetensi hijau dan digital berpotensi menyumbang angka pengangguran di masa depan,” kata Isnarti.
Ia menjelaskan, sektor-sektor tradisional seperti pertanian dan kehutanan kini dituntut menerapkan prinsip ramah lingkungan serta pemanfaatan teknologi. “Sektor-sektor tertentu, termasuk yang tradisional, kini banyak jabatan yang harus dikerjakan menggunakan teknologi dan harus dihijaukan,” tambahnya.
Isnarti juga menyoroti pentingnya standardisasi jabatan nasional melalui Klasifikasi Baku Jabatan Indonesia (KBJI) dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) agar kebijakan pengembangan tenaga kerja tetap relevan dan terarah. “Kalau jabatan-jabatan ini tidak distandarkan, kita akan kehilangan arah dalam membaca kebutuhan pasar kerja,” tegasnya.
Kemnaker sendiri telah menyusun dan memperbarui Kamus Jabatan Nasional (KJN) setiap tahun, serta tengah mengembangkan versi berbasis real time agar dapat menyesuaikan dengan dinamika pasar kerja yang cepat berubah.
Kedua kementerian sepakat bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam menyiapkan tenaga kerja hijau yang kompeten dan adaptif terhadap perubahan. “Green jobs bukan sekadar pekerjaan yang ramah lingkungan, tetapi juga pekerjaan yang layak dan manusiawi,” ujar Isnarti. *** (Putra Rama Febrian)




