Ecobiz.asia – Penasihat Khusus Presiden Bidang Energi, Prof. Purnomo Yusgiantoro, mengingatkan bahwa ketahanan energi nasional berada dalam posisi rawan akibat tingginya ketergantungan Indonesia pada impor energi, terutama minyak dan LPG.
Purnomo mendorong pemerintah mempercepat transisi energi menuju kemandirian yang berkelanjutan.
“Contohnya di minyak, impor kita sekitar 1,5 juta sampai 1,6 juta barel per hari, sedangkan produksi hanya 600 ribu. Ini membebani balance of trade dan menambah defisit,” kata dia dalam acara Indonesia Green Connect di Bandung, Kamis (7/8/2025).
Menurutnya, ketahanan energi harus dipandang sebagai bagian integral dari ketahanan nasional, yang hanya dapat dicapai jika Indonesia mampu memenuhi kebutuhan energinya secara mandiri.
Purnomo menyebutkan, ketergantungan pada impor LPG juga menjadi sumber tekanan besar terhadap APBN. Ia mengungkap, saat pemerintahan Presiden AS Donald Trump, impor LPG Indonesia bahkan sempat dijadikan bagian dari kesepakatan dagang bilateral.
“Subsidi kita terbesar itu salah satunya dari impor LPG,” tegasnya.
Menghadapi situasi ini, Purnomo mendorong pengembangan energi alternatif, termasuk energi nuklir, sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus mendukung target pembangunan berkelanjutan dan pengendalian perubahan iklim.
“Insya Allah nanti tahun 2030-an, dalam rangka sustainable development dan climate change, kita akan memakai tenaga nuklir,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa pengembangan energi nuklir tidak hanya strategis dari sisi dekarbonisasi, tetapi juga vital dalam konteks ketahanan dan kedaulatan energi. Namun demikian, transisi ini harus diiringi dengan penerimaan publik yang kuat serta tata kelola yang transparan dan akuntabel.
“Kalau kita bisa lakukan secara berkelanjutan, maka kita akan mandiri,” tandas Purnomo.
Ia juga menggarisbawahi perlunya perbaikan pada empat pilar ketahanan energi yaitu ketersediaan (availability), keterjangkauan (affordability), keterhubungan hulu-hilir (accessibility), dan penerimaan publik (public acceptance). ***