Ecobiz.asia – Pelaku usaha mebel dan kerajinan menolak rencana pelemahan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) mendesak agar promosi SVLK ditingkatkan untuk menyaingi sertifikasi voluntary seperti PEFC dan FSC.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Jawa Tengah, Yana Maya menegaskan bahwa SVLK—yang telah berjalan lebih dari satu dekade—telah diterima pasar Eropa sebagai jaminan kayu legal.
“Apabila SVLK akan dilemahkan, ini sama saja kita memulai kemunduran. Pasar Eropa selalu menanyakan dokumen V-Legal sebelum melepas kontainer,” ujarnya dalam konferensi pers yang berlangsung secara hybrid, Rabu (28/5/2025).
Baca juga: SVLK di Persimpangan: Menjaga Legitimasi Global dan Masa Depan Hutan Indonesia
SVLK adalah sistem yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia untuk memastikan legalitas dan kelestarian produk hasil hutan. Sistem ini bersifat wajib dan telah diakui oleh Uni Eropa melalui perjanjian FLEGT-VPA, yang memungkinkan produk kayu Indonesia masuk ke pasar Eropa tanpa melalui proses due diligence tambahan.
Yana mengingatkan bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memiliki sertifikasi legalitas kehutanan.
“SVLK sudah memberikan keunggulan bagi produk kayu nasional; tantangan saat ini adalah bagaimana Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan, bersama NGO, dapat mempromosikannya lebih gencar,” tambahnya.
Asmindo Jateng menilai keberadaan SVLK Plus yang sudah menambahkan fitur geolokasi pada sertifikat menjadi lompatan inovasi, menurut Yana, pelemahan skema ini justru akan memaksa pengusaha kembali ke titik nol.
Baca juga: Fitur Geolokasi Tegas di SVLK Plus, Ketelusuran Produk Kayu Indonesia Makin Kuat
Yana memperingatkan ancaman dari European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang dalam waktu dekat diimplementrasikan jika SVLK kehilangan kredibilitas.
“Jangan sampai kita melemahkan skema yang diterima EU, lalu kehilangan ‘green line’ menuju pasar global. Pasar Eropa butuh jaminan legalitas, dan SVLK sudah mampu menjawab kebutuhan itu,” katanya.
Sebelumnya Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan adanya usulan untuk melakukan deregulasi ekspor produk furnitur dan kerajinan dengan membebaskan dari kewajiban SVLK di luar pasar Uni Eropa dan Inggris.
Baca juga: Masyarakat Sipil Tolak Pelemahan SVLK, Nilai Ekspor Kayu Indonesia Dipertaruhkan
Juru Kampanye Kaoem Telapak Denny Bhatara mengingatkan rencana tersebut merusak kredibilitas Indonesia di mata dunia.
Denny mengatakan rencana membebaskan produk furnitur dari SVLK kontra-produktif dan mengancam stabilitas ekspor jangka panjang.
Menurut dia, SVLK yang diterapkan sejak 2010 telah mendorong reputasi Indonesia sebagai pemasok kayu legal dan berkelanjutan dengan nilai ekspor mencapai 14,5 miliar dolar AS pada 2022. ***