Ecobiz.Asia — Pemerintah menetapkan arah baru pembangunan kelistrikan nasional yang menempatkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai prioritas utama. Hal ini tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025–2034 yang diumumkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di Jakarta, Senin (26/5/2025).
Dari total target penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt (GW) hingga 2034, sekitar 76 persen direncanakan berasal dari EBT dan sistem penyimpanan energi.
Fokus ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Baca juga: Indonesia-Denmark Bahas Pemanfaatan Angin Lepas Pantai untuk EBT
“Komitmen kita terhadap transisi energi harus dijalankan dengan konsisten, tentu dengan memperhatikan kemampuan nasional serta aspek keekonomian,” ujar Bahlil.
Dalam lima tahun pertama, pembangunan akan mencakup 27,9 GW pembangkit, terdiri dari 12,2 GW EBT, 9,2 GW berbasis gas, 3 GW sistem penyimpanan, serta 3,5 GW pembangkit batubara yang telah memasuki tahap akhir konstruksi.
Sementara lima tahun berikutnya, 90 persen kapasitas tambahan sebesar 37,7 GW akan difokuskan pada EBT dan penyimpanan energi.
Jenis pembangkit EBT yang akan dikembangkan meliputi tenaga surya (17,1 GW), angin (7,2 GW), hidro (11,7 GW), panas bumi (5,2 GW), dan bioenergi (0,9 GW). Pemerintah juga mulai memperkenalkan pembangkit berbasis energi baru seperti nuklir dengan membangun dua reaktor kecil (250 MW masing-masing) di Sumatera dan Kalimantan.
Untuk mendukung keandalan sistem dan menjangkau seluruh wilayah Indonesia, pemerintah menargetkan pembangunan jaringan transmisi sepanjang hampir 48.000 kilometer sirkuit (kms) serta gardu induk dengan kapasitas 108.000 MVA.
Baca juga: Pemerintah Resmikan 26 Pembangkit Listrik Baru, 89 Persen Berbasis EBT
“Selama ini pembangkit dibangun tapi tidak terhubung ke jaringan, PLN tetap membayar take or pay. Karena itu, infrastruktur jaringan harus dibangun paralel,” kata Bahlil.
Dari sisi pendanaan, RUPTL PLN 2025–2034 membuka peluang investasi sebesar Rp2.967,4 triliun.
Sekitar 73 persen dari total kapasitas pembangkit akan dikembangkan melalui skema kemitraan dengan swasta atau Independent Power Producer (IPP), sementara sisanya dikelola oleh PLN Group.
Implementasi rencana ini diperkirakan akan menciptakan lebih dari 1,7 juta lapangan kerja baru di sektor energi, mulai dari tahap perencanaan hingga operasional, termasuk manufaktur pendukung.
EBT menjadi penyumbang utama dalam penciptaan lapangan kerja, sejalan dengan arah transisi menuju sistem energi rendah emisi.
Baca juga: Punya Portofolio EBT Lengkap, Pertamina NRE Bisa Jadi Motor Penggerak Holding di Masa Depan
RUPTL terbaru ini juga memberikan perhatian khusus pada daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Melalui Program Listrik Desa, pemerintah menargetkan elektrifikasi di 5.758 desa belum berlistrik, dengan pembangunan pembangkit 394 MW dan penyambungan listrik ke sekitar 780 ribu rumah tangga.
“Energi bukan sekadar kebutuhan, tapi juga bentuk pemerataan dan keadilan. Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, kami akan pastikan semua desa terlistriki sepenuhnya sebelum 2029,” pungkas Bahlil. ***