MORE ARTICLES

Dongkrak Kredibilitas, Danantara Harus Investasi di Energi Terbarukan

MORE ARTICLES

Ecobiz.asia – Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) didorong adalah berinvestasi secara signifikan di sektor hijau, khususnya dalam pengembangan energi terbarukan. 

Hal itu menjadi bagian dari langkah strategis memulihkan kredibilitasnya saat masyarakat dan pasar menilai kehadiran Danantara negatif kontribusinya bahkan berpotensi merugikan perekonomian. 

Direktur Eksekutif Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia (SUSTAIN), Tata Mustasya, mencontohkan badan investasi serupa di Singapura, yakni Temasek, yang tahun lalu mencatatkan portofolio investasi keberlanjutan sekitar 32,6 miliar dolar AS. Atau sekitar 11 persen dari total portofolio investasi mereka, dan tren investasi hijau disebut terus meningkat. 

Baca juga: PGE Area Lumut Balai Perkuat Transisi Energi Bersih dan Ketahanan Energi Nasional

Untuk pengembangan energi terbarukan, Indonesia bisa merujuk China dan Vietnam. 

China, terus memimpin dalam pengembangan energi terbarukan hingga memecahkan rekor dalam instalasi tenaga surya dan angin pada 2024. 

Bahkan negara ini menyumbang 58% dari total ekspansi global dalam pembangkit tenaga surya pada 2023 dengan kapasitas terpasang lebih dari 700 GW. 

Pertumbuhan pesat ini memungkinkan China mencapai target energi terbarukan untuk tahun 2030 atau enam tahun lebih cepat dari jadwal. 

“Model bisnis pembangkit tenaga surya ini sudah proven dan menguntungkan sekaligus juga strategis bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan penciptaan lapangan kerja. Danantara juga bisa secara cepat mengembalikan kredibilitas sebagai pengelola investasi hijau yang berkelanjutan,” kata Tata, Rabu (26/3/2025).

Baca juga: Ekonom Dorong Danantara Kelola Pungutan Ekstraktif dan Sawit Rp 552 Triliun Untuk Membiayai Transisi Energi

Sementara Vietnam memimpin di kawasan Asia Tenggara, dengan pemasangan 13 gigawatt tenaga surya sejak 2017, didorong oleh kebijakan progresif yang memberikan insentif bagi pengembang dan konsumen tenaga surya. 

Thailand, Filipina, dan Malaysia juga meningkatkan kapasitas energi surya secara signifikan. 

“Sementara Indonesia, untuk membangun energi terbarukan agar mencapai 23% terhadap total bauran energi nasional, perlu total modal 37 miliar dolar AS sepanjang 2019-2025. Berdasarkan hitungan SUSTAIN, kebutuhan modal tersebut sangat bisa didapatkan dari tambahan pungutan batu bara, yakni 23,58 miliar dolar AS per tahun,” sebut Tata. 

Read also:  Kerja Sama Regional Jadi Kunci Sukses Pengelolaan Mangrove ASEAN

Salah satu yang dikhawatirkan publik, badan ini hanya akan fokus pada investasi sektor ekstraktif seperti batu bara. Padahal Pemerintahan Prabowo dalam beberapa pertemuan internasional seperti G20 sudah mendeklarasikan akan serius membawa Indonesia mencapai net zero emission sebelum 2050, dengan meninggalkan batu bara dan mengembangkan energi terbarukan. 

Selain itu, investasi di energi terbarukan akan memperkuat ketahanan energi dan menciptakan akses energi yang inklusif.

Baca juga: Penjualan Batu Bara Bukit Asam (PT BA) Justru Cetak Rekor Saat Transisi Energi Jadi Tren

“Bila pemerintah memaksakan untuk mendorong Danantara membiayai proyek-proyek ekstraktif seperti gasifikasi batu bara, itu justru akan menambah beban perekonomian. Dan akan mengikat Indonesia dengan level emisi yang tinggi, sehingga target net zero emission mustahil tercapai di 2050,” ujar Tata. 

Berdasarkan perhitungan IEEFA, proyek gasifikasi batu bara, yang sebelumnya akan didanai oleh Amerika Serikat, berpotensi merugi sebesar 377 juta dolar AS. Selain itu, proyek ini diperkirakan akan membutuhkan subsidi Pemerintah sebesar 354 dolar AS per ton dimethyl ether (DME) fuel yang dihasilkan dari proses hilirisasi. 

Energy Finance Specialist Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Mutya Yustika, mengingatkan, iklim investasi global semakin mengedepankan aspek lingkungan yang berkelanjutan, sehingga Pemerintah melalui Danantara perlu mengkaji kembali alternatif investasi yang berfokus pada pengembangan energi bersih, terutama energi surya dan angin dibandingkan dengan proyek-proyek ekstraktif yang memiliki risiko tinggi dan berpotensi tidak feasible. 

“Investasi di energi bersih tidak hanya terbukti memberikan imbal hasil yang menguntungkan dengan periode pengembalian investasi yang relatif singkat, tetapi juga mampu memperkuat rantai pasokan sektor industri di Indonesia,” sebut Mutya.

Baca juga: Dukung Transisi Energi Menuju NZE, Pemerintah Percepat Monetisasi Lapangan Gas

Komitmen Indonesia terhadap transisi energi bersih sejatinya cukup progresif, seperti yang disampaikan Presiden Prabowo di hadapan para pemimpin dunia dalam forum G20. Namun, tanpa implementasi yang memadai, komitmen ini berisiko kehilangan kredibilitas di mata dunia.

Sebagai contoh, hingga tahun 2024, total kapasitas tenaga surya di Indonesia baru mencapai 675 megawatt—jauh dari target 6.500 megawatt yang ditetapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) untuk tahun 2025. Ketertinggalan ini menunjukkan gap yang sangat lebar antara komitmen dan capaian.

Read also:  Menteri LH Beberkan Lima Penyebab Kebakaran Lahan, Soroti Land Clearing Perkebunan Sawit

Dalam konteks ini, Danantara memiliki peluang strategis untuk berkontribusi secara nyata. Dengan mengalokasikan sumber dayanya untuk pengembangan energi terbarukan, Danantara dapat membantu Indonesia mencapai target energinya dan sekaligus berperan dalam memulihkan kredibilitas nasional di sektor ini. 

Menurut Abdurrahman Arum, Direktur Eksekutif Transisi Bersih, “langkah ini dapat memperbaiki citra pemerintah Indonesia dan Danantara sendiri, yang tetap berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan.” ***

TOP STORIES

MORE ARTICLES

Dorong Investasi Energi Hijau, Menko Airlangga Ajak Temasek Perluas Portofolio di Indonesia

Menko Airlangga juga menekankan pentingnya kolaborasi lebih lanjut dalam pengembangan energi hijau. Ia mendukung proyek Temasek melalui Sembcorp Urban yang pada awal 2025 memulai pembangunan kawasan industri hijau di Jawa Barat, Tanjung Sauh, dan Tembesi, Batam.

BRIN Gandeng Universitas Waseda Jepang Kembangkan Basis Data Jejak Karbon

Ecobiz.asia - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggandeng Universitas Waseda Jepang untuk mengembangkan basis data jejak karbon guna memperkuat kebijakan mitigasi perubahan iklim...

KLH/BPLH Segel PT Xin Yuan Steel Indonesia karena Cemari Udara dan Timbun Limbah Ilegal

Ecobiz.asia — Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyegel dan menghentikan operasional tungku pembakaran milik PT Xin Yuan Steel Indonesia di Balaraja, Kabupaten...

PLN Nusantara Power Ambil Alih Penuh PLTMG Nias, Perkuat Keandalan Listrik di Kepulauan

Ecobiz.asia — PLN Nusantara Power (PLN NP) resmi mengambil alih penuh pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Nias berkapasitas 25 megawatt (MW), mempertegas...

Belajar dari Brasil, Bahlil Mau Tebu di Merauke Jadi Ethanol Saja

Ecobiz.asia — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan optimalisasi perkebunan tebu di Merauke untuk bahan baku ethanol. Inspirasi datang dari model...