Ecobiz.asia – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meminta pemerintah daerah segera menyusun dan mengharmonisasikan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) daerah menyusul terbitnya PP Nomor 26 Tahun 2025 tentang RPPLH dan PP Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM).
Wamen LH Diaz Hendropriyono menilai, keberadaan PP ini sangat penting setelah 16 tahun UU PPLH disahkan.
“Banyak daerah sudah terlanjur menyusun RPPLH daerah tanpa payung hukum yang jelas. Seperti anak sudah lahir, tapi bapaknya belum ada. Sekarang semuanya lengkap, mulai dari UU, PP, hingga aturan teknisnya,” kata Diaz saat sosialisasi dua PP tersebut di jakarta, Selasa (29/7/2025).
Ia menegaskan, 43 kabupaten yang telah memiliki RPPLH daerah harus menyesuaikan dengan aturan terbaru, sementara daerah lain yang belum memiliki dokumen tersebut didorong untuk menyelesaikannya tahun ini.
“Kita ingin semua provinsi, kabupaten, dan kota punya RPPLH yang selaras dengan daya dukung lingkungannya,” ujarnya.
Diaz juga menyoroti pentingnya PP PPEM sebagai pedoman pengelolaan ekosistem mangrove.
“Mangrove bukan hanya benteng pesisir, tapi juga penopang biodiversitas laut dan ketahanan pangan,” ujarnya. Dia menambahkan, rehabilitasi mangrove juga krusial untuk mengurangi banjir rob dan abrasi di daerah pesisir seperti Demak dan Pekalongan.
Dalam kesempatan itu, Diaz menyinggung bahwa pembangunan berkelanjutan tidak boleh menjadi oksimoron, dua hal yang bertentangan. PP ini hadir untuk mengakhiri kontradiksi itu.
Ia menambahkan, PP ini tidak hanya mengatur teknis penyusunan RPPLH, tetapi juga menjadi dasar kebijakan nasional dalam menyesuaikan tata ruang, mitigasi bencana, hingga perlindungan biodiversitas.
Menurut Diaz, jika semua daerah mengikuti panduan dalam PP tersebut maka bencana banjir di Jakarta, abrasi di pesisir utara Jawa, dan kerusakan ekosistem lain dapat dikendalikan. ***