Ecobiz.asia – Kementerian Kehutanan akan membangun Sistem Registri Unit Karbon (SRUK) untuk mempermudah pendaftaran kredit karbon sektor kehutanan yang terintegrasi dengan pasar karbon global.
Langkah ini dilakukan di tengah revisi regulasi yang diharapkan dapat mendorong transaksi kredit karbon lebih cepat.
Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Ilham, menegaskan peran penting sektor kehutanan dalam aksi iklim nasional.
“Indonesia memiliki hutan yang berfungsi sebagai penyerap karbon, memberikan kontribusi signifikan dalam penyerapan emisi,” ujar Ilham dalam workshop Advancing Carbon Markets in FOLU Sector: Integrating Policy, Practice, and Pricing for Sustainable Forestry in Indonesia, Kamis (31/7/2025).
Menurutnya, meski potensi kredit karbon sektor kehutanan sangat besar, pemanfaatannya masih jauh dari optimal.
“Indonesia hanya melihat kurang dari 1% kredit karbon yang tersedia ditransaksikan dalam beberapa tahun terakhir. Penyebab utamanya adalah celah regulasi dan belum adanya keselarasan mekanisme dengan pasar karbon internasional,” jelasnya.
Untuk mengatasi hambatan ini, pemerintah tengah merevisi regulasi kunci seperti Peraturan Presiden No. 98/2021 dan Permen LHK No. 7/2023.
Revisi ini mencakup pembentukan SRUK, sebuah sub-sistem yang memungkinkan pendaftaran unit karbon sektor kehutanan terhubung langsung dengan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI).
“SRUK dirancang agar proses pendaftaran kredit karbon menjadi lebih sederhana dan terintegrasi dengan standar internasional seperti Verra atau Gold Standard. Dengan sistem ini, tidak akan ada lagi tumpang tindih pendaftaran,” kata Ilham.
Ia menambahkan, penyempurnaan sistem registri ini akan memberikan kepastian bagi pelaku usaha kehutanan sekaligus memastikan kredit karbon Indonesia dapat diakui di pasar global.
“Langkah ini penting untuk mengubah potensi menjadi transaksi nyata dan menjadikan kehutanan sebagai pilar utama dalam pencapaian target iklim nasional,” tegasnya.
Berdasarkan data Kemenhut, saat ini ada 582 unit Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Sebanyak 66 unit merupakan PBPH pemanfaatan jasa lingkungan dimana 29 diantaranya memiliki kegiatan untuk penyerapan dan penyimpanan karbon dengan luas konsesi 1,02 juta hektare. ***