Ecobiz.asia — Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan mengungkap praktik perdagangan satwa liar dilindungi secara daring melalui platform media sosial TikTok dan Facebook.
Seorang pelaku berinisial RG (23) ditangkap dalam operasi gabungan di Dusun Kebogadung, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah pada 19 Juli 2025.
RG diduga sebagai pelaku utama yang aktif memperdagangkan satwa liar melalui akun-akun media sosial miliknya sejak 2023.
Dari tangan pelaku, tim gabungan dari Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabalnusra), Balai KSDA Jawa Tengah, dan Polres Brebes menyita satu ekor Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) yang dikenal luas sebagai simbol negara Burung Garuda serta satwa lain seperti Elang Brontok, Alap-Alap Layang, dan sembilan anakan Elang Tikus.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jabalnusra, Aswin Bangun, menyebut praktik perdagangan melalui media sosial sebagai bentuk baru kejahatan konservasi.
“Para pelaku kini memanfaatkan ruang digital secara tersembunyi. Ini menuntut strategi penegakan hukum yang adaptif dan responsif terhadap teknologi,” tegas Aswin, Selasa (22/7/2025). Ia menyebut penangkapan RG sebagai langkah awal dalam memutus rantai perdagangan satwa liar dari hulu.
Pelaku dijerat dengan Pasal 40A Ayat (1) huruf d Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar.
Kepala Balai KSDA Jawa Tengah, Darmanto, menyoroti pentingnya perlindungan terhadap Elang Jawa, spesies endemik Indonesia yang berstatus Critically Endangered menurut IUCN dan termasuk dalam Appendix I CITES.
“Elang Jawa bukan sekadar satwa dilindungi, ia adalah lambang identitas nasional kita. Penindakan ini krusial untuk menjaga simbol negara dari kepunahan,” ujarnya.
Darmanto menambahkan perlindungan satwa liar merupakan bagian dari komitmen menjaga kedaulatan sumber daya alam Indonesia.
Kejahatan terhadap keanekaragaman hayati tak hanya merusak ekosistem, tapi juga mencederai nilai-nilai kebangsaan. Masyarakat diimbau untuk tidak membeli, memelihara, atau memperjualbelikan satwa liar secara ilegal. Kolaborasi antara aparat, masyarakat, dan pemangku kepentingan menjadi kunci pencegahan kepunahan spesies langka. ***