Ecobiz.asia – PT Kayan Hydropower Nusantara (PT KHN) menargetkan untuk melakukan financial closing di kuartal pertama tahun 2026 untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk di Malinau, Kalimantan Utara. YB Andhi Marjono, Direktur PT KHN mengungkapkan saat ini progres pembangunan PLTA berkapasitas 1.375 MW tersebut berada di kisaran 25 persen.
“Tapi Insya Allah mulai pertengahan tahun akan kita kebut. Sehingga nanti akan tercapai target di 2030 untuk COD, dan target kami dalam wkatu dekat semoga kita bisa Financial Closing di awal tahun depan,” kata Andhi dalam acara diskusi dengan media, Rabu (19/3).
Baca juga: Kejar Net Zero Emission, Indonesia-Jepang Sepakat Dorong Kelanjutan Pembangunan PLTA Kayan
Andhi mengungkapkan, setelah agenda groundbreaking yang dilakukan Presiden Jokowi pada 1 Maret 2023 lalu, progres proyek adalah melakukan pekerjaan persiapan, dan saat ini jalan akses sudah tersambung. Selanjutnya perusahaan melakukan penunjukan Engineering, Procurement, and Construction (EPC) kontraktor untuk membangun terowongan pengelak. “Saat ini kita sedang persiapan untuk membangun terowongan utamanya, dan Insya Allah di pertengahan tahun kita udah bisa full-speed,” papar Andhi.
Andhi mengungkapkan bahwa bendungan akan menggunakan Concrete Faced Rockfill Dam (CFRD), yang dirancang dengan ketinggian puncak bendungan 235 meter dan panjang puncak 815 meter, dengan luas area reservoir sekitar 200 kilometer persegi. Pembangkit listrik tenaga air ini akan memiliki salah satu bendungan tertinggi di dunia.
PLTA Mentarang Induk akan memiliki kapasitas terpasang sebesar 1.375 MW dengan lima turbin yang dirancang 5×275 MW, dengan potensi menghasilkan sekitar 9 Terawatt jam (TWh) per tahun. Listrik dari pembangkit listrik tenaga air ini akan mendukung kawasan industri di Kalimantan Utara (Kaltara Industrial Park/KIP).
“Jadi concrete face rock fill dam itu adalah bendungan yang dibangun dari urukan batu. Dan luckily di Kalimantan Utara tempat kami membangun itu semua material ada di sana. Jadi harusnya dengan ini lebih ekonomis pembangunan kita. Nah nanti dengan terbangunnya Mentarang Induk ini akan mendukung tentunya energy dan juga hilirisasi yang nanti akan kita lakukan. Dan saat ini kami sedang berusaha untuk memenuhi semua persyaratan,” kata Andhi.
Andhi mengungkapkan total investasi sekitar 2,7 miliar dolar AS. “Jadi kira-kira 45 sampai 50 triliun rupiah. Itu adalah kombinasi dari bendungan utama dan transmisi. Transmisinya juga harus kita bangun karena cukup jauh dari Mentarang Induk ke KIP,” kata dia.
Sementara itu dari aspek lingkungan, Andhi mengungkapkan bahwa pada 2021 proyek PLTA ini ini telah diases oleh International Hydropower Association (IHA). “Karena kita ingin mengikuti namanya Hydropower Sustainability Standard, dan dari asesmen itu ada 7 yang harus diimprove, dan dari 7 itu 4 sudah kita close. Tinggal 3 itu pun minor, diantaranya adalah terkait misalnya resettlement, yaitu relokasi, biodiversity dan informasi keterbukaan publik,” kata Andhi.
Andhi menjelaskan untuk relokasi ini pihaknya harus melibatkan masyarakat. “Kita survei mereka, kita tanya mereka sekarang pekerjaannya apa, asetnya apa saja kita survei. Mereka ingin di pindah kemana, segala macam kita lakukan. Sehingga yang kita lakukan nanti adalah sesuai dengan aspirasi mereka,” papar Andhi.
Menurutnya, study tentang hal ini saat ini sedang berlangsung dan diperkirakan selesai di pertengahan tahun tahun ini. Sementara itu terkait bidoversity atau keanekaragaman hayati sudah di-cover dalam AMDAL di 2023 dulu.
“Namun ada masukan dari IHA untuk di-extend sedikit, itulah kenapa nanti di pertengahan tahun kita juga akan melakukan namanya Biodiversity Action Plan (BAP), untuk nantinya kita bagaimana cara memindahkan flora fauna yang ada di sana. Sehingga semua bisa compliance dengan standar internasional,” kata Andhi.
Andhi mengungkapkan, terkait keanekaragaman hayati ini perusahaan telah menyiapkan biodiversity offset yang juga berada di wilayah Malinau Kalimantan Utara. “Dan untuk hal itu kita juga sedang berdiskusi dengan Balai Taman Nasional Mentarang serta BKSDA Kalimantan Timur,” terang dia.
Meski demikian sejauh ini kata Andhi tidak ada penemuan hewan yang dikategorikan endangered species di kawasan proyek tersebut. “Tidak ada yang endangered setahu saya, yang mungkin perlu kita perhatikan itu misalkan seperti Trenggiling, tapi kan itu bisa kita pindahkan ke tempat lain. Jadi menurut kami setelah hasil studi yang keluar itu, tidak ada endangered specises yang kita akan temukan,” ujarnya.
“Cuma kita harus memastikan bahwa BAP-nya harus sesuai dengan standar yang ada. Jadi sekali lagi, prinsip kami sesuai dengan prinsip IAC (Integrated Assessment and Certification), the only acceptable hydropower adalah sustainable and responsible hydropower, itu yang kami terapkan, karena tanpa itu kita tidak akan bisa melakukan financial closing,” tutup dia. ***