Ecobiz.asia – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong masyarakat pemilik hutan rakyat dalam pengaturan rotasi panen demi stabilitas harga kayu dan keberlanjutan suplai ke industri pengolahan.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KLHK Dida Mighfar Ridha menjelaskan hutan rakyat menjadi salah satu sumber pasokan bahan baku berkelanjutan bagi industri pengolahan kayu (Perizinan Berusaha Pengolahaan Hasil Hutan/PBPHH).
“Kayu dari hutan rakyat berasal dari spesies tanaman cepat tumbuh, yang pasarnya adalah industri yang memang membutuhkan kayu cepat tumbuh. Saling menguntungkan,” kata Dida usai penyerahan Apresiasi Prima Wana Mitra di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2024.
Baca juga: KLHK Terbitkan Buku Status Hutan Indonesia (SOIFO) 2024, Pemantauan Hutan Jadi Sorotan
Pada kesempatan itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyerahkan Apresiasi Prima Wana Mitra kepada PBPHH yang dinilai berhasil menjalankan kemitraan dengan masyarakat pengelola hutan rakyat.
Berdasarkan data dari sistem informasi Satu Data PHL KLHK, pada tahun 2023, pasokan kayu rakyat untuk industri pengolahan mencapai 9,6 juta m3 atau sebesar 14,01% dari total pasokan bahan baku kayu. Jumlahnya jauh di atas pasokan kayu yang berasal dari hutan alam yang hanya 3,09 juta m3 atau sebesar 4,52% dari total pasokan bahan baku kayu.
Pemanfaatan kayu hutan rakyat umumnya dilakukan dengan pola kemitraan dimana industri melakukan pembagian bibit, pendampingan budidaya hingga menjadi off taker kayu yang dipanen.
Dida mengatakan hutan rakyat memiliki potensi untuk terus tumbuh sebagai pemasok bahan baku kayu berkelanjutan bagi industri.
“Masyarakat mendapat manfaat ekonomi, insentif, sehingga mereka akan terus mengembangkan hutan rakyat,” kata Dida.
Berkembangnya hutan rakyat juga sangat positif bagi kelestarian lingkungan karena pohon yang ditanam ikut berfungsi menjaga keseimbangan lingkungan.
Baca juga: Perluasan Akses Masyarakat Dukung Pencapaian FOLU Net Sink, KLHK: Perkuat Tata Kelola Hutan Lestari
Oleh sebab itu, masyarakat dan industri yang menjadi mitranya didorong untuk melakukan pengaturan rotasi panen. Tujuannya agar tidak ada lahan yang terbuka secara luas ketika panen dilakukan. Selain itu, pengaturan rotasi, kata Dida, juga diperlukan agar ada keberlanjutan pasokan.
“Industri kan tidak hanya butuh jumlahnya saja. Perlu ada pengaturan pola tebang agar ada keberlanjutan pasokan,” katanya.
Terkait kelestarian, Dida juga mengingatkan tentang pentingnya ketelusuran asal usul memastikan kayu yang dimanfaatkan oleh industri berasal dari sumber yang legal.***