Ecobiz.asia – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tengah mematangkan ekosistem perdagangan karbon sektor kehutanan untuk memastikan kredit karbon yang diperdagangkan memiliki kualitas dan integritas tinggi.
Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan Kemenhut Ilham menjelaskan untuk memperkuat tata kelola perdagangan karbon sektor kehutanan, pihaknya saat ini sedang menyiapkan revisi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) No 7 tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan.
Ilham menyatakan, penyelesaian revisi PermenLHK No 7/2023 menunggu ditandatanganinya revisi Peraturan Presiden No 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Semoga revisi Perpres 98 segera ditandatangani Bapak Presiden,” kata Ilham saat pembahasan “Proyek Perubahan Program Pembangunan Ekosistem Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan” di Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Ilham menjelaskan, termasuk yang dipersiapkan dalam revisi PermenLHK No 7/2023 adalah Standard Operating Procedure (SOP) penerbitan kredit karbon kehutanan. SOP dirancang untuk memastikan kredit karbon yang diterbitkan berasal dari kawasan hutan yang bebas konflik dan mencegah adanya kecurangan (fraud).
Ilham juga menegaskan, penguatan tata kelola ini akan memberi kepastian hukum yang lebih kuat, termasuk bagi perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
“Dengan demikian kredit karbon kita adalah high quality dan high integrity,” kata Ilham.
Lebih lanjut dia menjelaskan, termasuk yang dipersiapkan untuk mematangkan ekosistem perdagangan karbon kehutanan adalah dari sisi pemasaran. Kemenhut sudah melakukan promosi ke sejumlah pihak, secara bilateral maupun pihak-pihak internasional lain termasuk diantaranya melalui ASEAN Climate Summit di Bangkok, beberapa waktu lalu. Tujuannya, saat perdagangan karbon kehutanan dibuka, maka pasar yang sudah menerima informasi secara terbuka dapat langsung melakukan pembelian.
Langkah yang disiapkan Kemenhut diharapkan bisa mengoptimalkan potensi pasar karbon dalam mendukung pembiayaan aksi pencegahan perubahan iklim sektor kehutanan. Ilham mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar di pasar karbon sebagai salah satu negara pemiliki hutan tropis terluas di dunia.
Ilham juga menyebutkan keberadaan lahan gambut membuat potensi kredit karbon semakin besar. Pasalnya gambut memiliki additionality di pasar karbon global karena menyimpan cadangan karbon yang sangat besar sekaligus memiliki risiko kebakaran tinggi yang bisa merilis emisi karbon dalam jumlah besar.
Penasehat Utama Menteri Kehutanan Edo Mahendra mengingatkan, tiga hal utama yang mesti diperkuat untuk mendorong pasar karbon sektor kehutanan adalah regulasi, sistem dan business process, serta sumber daya manusia.
“Dengan mempersiapkan hal itu, maka upaya mere-rejuvenasi ekosistem pasar karbon dapat dilakukan berdasarkan sesuai prinsip high integrity dan high quality dari pasar karbon kita,” katanya.
Sementara Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan Laksmi Wijayanti mengatakan tujuan dari intrumen nilai ekonomi karbon adalah untuk mendukung upaya mencegah deforestasi dan memberi insentif kepada pihak-pihak yang melakukan upaya pencegahan deforestasi dan emisi gas rumah kaca. “Yang paling penting, manfaatnya terdistribusikan dengan adil,” kata Laksmi. ***