Ecobiz.asia — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengajukan permohonan modifikasi batas kawasan konservasi yang berstatus Warisan Dunia UNESCO agar potensi panas bumi di dalamnya dapat dimanfaatkan.
Potensi panas bumi tersebut diperkirakan mencapai 5 gigawatt (GW) dan sebagian besar berada di Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS).
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan bahwa saat ini pemanfaatan panas bumi tidak diperbolehkan di kawasan TRHS karena UNESCO menganggapnya sebagai kegiatan pertambangan.
“Kami melihat ada perbedaan regulasi antara UNESCO dan Indonesia, sehingga potensi geothermal di kawasan warisan dunia belum bisa diimplementasikan,” kata Satyawan dalam The 11th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE), di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Padahal, menurut regulasi Indonesia, panas bumi dikategorikan sebagai pemanfaatan jasa lingkungan, bukan pertambangan.
Beberapa kawasan TRHS yang memiliki potensi panas bumi antara lain Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Sebagai langkah awal, pemerintah mengusulkan Boundary Modification atau modifikasi batas kawasan TRHS. Salah satunya meliputi wilayah Suoh dan Sekincau di Kabupaten Lampung Barat, bagian dari TNBBS, untuk dikeluarkan dari daftar Warisan Dunia.
Kawasan tersebut dinilai sudah tidak lagi memiliki karakteristik hutan asli sesuai standar UNESCO, seperti keberadaan harimau, gajah, atau orangutan.
“Area tersebut kami usulkan untuk dikeluarkan, namun sebagai gantinya akan ditambah kawasan lain agar total luas TRHS tidak berkurang,” jelas Satyawan.
Proses pengajuan saat ini masih berlangsung di UNESCO dengan target keputusan pada 2027. Jika disetujui, pemerintah akan melanjutkan dengan proses perizinan pemanfaatan panas bumi di wilayah tersebut. ***