Ecobiz.asia — Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menegaskan pentingnya pembatasan produksi plastik primer dan pengaturan perdagangan menjelang putaran akhir negosiasi internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait instrumen hukum global yang mengikat untuk mengakhiri polusi plastik.
Dalam catatan kebijakan terbarunya, IEEFA menyoroti bahwa industri petrokimia tengah menghadapi tekanan struktural akibat kelebihan pasokan bahan baku plastik murni, melemahnya stabilitas pasar, serta turunnya kepercayaan lembaga pemeringkat terhadap kesehatan keuangan sektor ini.
Situasi tersebut mendorong IEEFA menyerukan agar instrumen hukum internasional tidak hanya berfokus pada desain produk dan pengelolaan limbah, tetapi juga mengatur dari sisi hulu.
“Industri petrokimia menghadapi tren penurunan jangka panjang, dan sektor ini kemungkinan besar akan mengejar pasar serta produk baru secara agresif untuk mempertahankan prospek bisnisnya,” ujar Swathi Seshadri, spesialis energi IEEFA bidang petrokimia dan salah satu penulis catatan kebijakan tersebut.
“Jika produksi dan konsumsi plastik primer, termasuk perdagangan internasionalnya, tidak diatur, maka ILBI hanya akan mengubah bentuk masalah, bukan menyelesaikannya,” katanya dikutip, Jumat (24/7/2025).
Menurut Seshadri, pendekatan parsial hanya akan memperpanjang krisis dan memperbesar risiko ekonomi dan lingkungan di masa depan. Karena itu, IEEFA mendorong agar ILBI menetapkan target global dan nasional untuk produksi serta konsumsi plastik primer.
Selain itu, aspek perdagangan perlu dimasukkan secara eksplisit agar kebijakan yang dihasilkan mampu berjalan efektif di tengah kompleksitas rantai pasok plastik global.
Abhishek Sinha, analis keuangan energi IEEFA dan rekan penulis catatan tersebut, juga menekankan perlunya kebijakan yang komprehensif dan terukur.
“Menganalisis implikasi ekonomi dan iklim dari hanya sembilan jenis polimer saja sudah menunjukkan urgensi untuk mengatur perdagangannya,” kata Sinha. “Kami percaya bahwa ILBI adalah kesempatan besar untuk mentransformasi sistem produksi plastik global dan mendorong pola konsumsi yang lebih berkelanjutan.”
Catatan kebijakan ini juga menjadi lanjutan dari laporan IEEFA yang diterbitkan Juni lalu, yang menekankan pentingnya mempertimbangkan seluruh siklus hidup plastik dalam penyusunan kebijakan global.
Putaran terakhir negosiasi ILBI akan digelar pada Agustus 2025 oleh Intergovernmental Negotiating Committee (INC) di bawah naungan Majelis Lingkungan Hidup PBB (UNEA). Jika berhasil disepakati, ILBI akan menjadi instrumen hukum internasional pertama yang secara komprehensif menangani polusi plastik dari sisi produksi, konsumsi, hingga perdagangan lintas negara. ***