Ecobiz.asia – Pengembangan hilirisasi nikel di Indonesia dinilai memiliki prospek cerah dan menjanjikan bagi investasi jangka panjang.
Namun, agar potensi ini dapat diwujudkan secara optimal, diperlukan dukungan kebijakan yang konsisten dan meminimalkan beban biaya operasional bagi pelaku industri.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, di Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Ia menilai bahwa hilirisasi merupakan langkah strategis yang mendukung peningkatan nilai tambah dan memperkuat industri nasional.
Baca juga: Kemenperin–UNIDO Jajaki Peluang Pengembangan Industri Hijau dan Hilirisasi Nikel
“Kalau kita berbicara mengenai hilirisasi secara umum, masih terdapat rantai pasok industri nikel yang belum tersedia. Sebagian besar produk hasil pengolahan dan pemurnian dalam negeri masih diekspor,” kata Hendra.
Menurutnya, kondisi ini menunjukkan adanya pekerjaan rumah dalam membangun ekosistem industri nikel yang lengkap dari hulu ke hilir.
Ia juga menggarisbawahi tantangan utama dalam hilirisasi, yakni kebutuhan modal yang besar dan bersifat jangka panjang.
“Investor akan mempertimbangkan sejauh mana regulasi dan kebijakan pemerintah memberikan kepastian terhadap rencana investasi mereka,” jelasnya.
Menurut Hendra, perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia umumnya telah memenuhi kewajiban Peningkatan Nilai Tambah (PNT) melalui pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Namun, untuk menciptakan ekosistem industri yang berkelanjutan, diperlukan keterlibatan lebih jauh dari pemerintah melalui insentif dan kepastian hukum.
“Agar bisa lebih sustain, dukungan kebijakan yang dapat membantu industri meminimalkan beban biaya operasional sangat diharapkan. Dengan begitu, baik perusahaan eksisting maupun calon investor akan terdorong untuk melanjutkan atau menambah investasinya,” tegas Hendra.
Program hilirisasi mineral, termasuk nikel, merupakan salah satu agenda prioritas nasional yang bertujuan tidak hanya mendorong pertumbuhan industri, tetapi juga menciptakan lapangan kerja, meningkatkan ekspor produk bernilai tambah, serta memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global. ***