Ecobiz.asia – Petani pengelola perhutanan sosial berharap pelatihan agroforestri yang digelar Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dapat membantu petani meningkatkan produksi kopi serta memperbaiki harga jual di tingkat petani.
“Harapannya ikut pelatihan ini bisa meningkatkan para petani, terutama di bidang kopi. Dari pemeliharaan sampai ke produksi, bahkan kalau bisa naik kelas dari kopi ceri menjadi green bean,” kata Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Jaleuleuh, Ayi Sobari di sela pelatihan, Selasa (9/9/2025).
Gapoktan Jaleuleuh mengelola areal perhutanan sosial seluas 550 hektare di Desa Cisondari, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung. Dari total luasan tersebut, sekitar 200 hektare ditanami kopi arabika, sementara sisanya merupakan zona lindung yang tidak boleh digarap.
Saat ini produksi kopi di lahan tersebut baru mencapai sekitar 50–60 ton per tahun dari luasan yang terbatas.
Kopi yang dihasilkan sebagian besar masih dijual ke tengkulak lokal dengan harga Rp15.000 per kilogram, jauh di bawah harga green bean untuk ekspor yang bisa menembus Rp200.000 per kilogram.
“Kendalanya ada di peralatan, kami belum punya mesin pengolahan pascapanen. Padahal kalau bisa sampai green bean, nilainya jauh lebih tinggi,” ujarnya. Gapoktan Jaleuleuh saat ini memiliki sekitar 350 anggota.
Sementara itu peserta lainnya Tami Siti Santi menjelaskan dirinya mengikuti pelatihan agroforestri untuk kelas barista. “Setelah pelatihan ini saya berharap dapat bekerja sebagai barista kopi,” katanya.
Tami mengaku saat ini sedang tidak bekerja usai kontrak kerjanya di sebuah pabrik diputus. Dia mengatakan, pelatihan agroforestri membuka peluangnya untuk mendapat pekerjaan baru.
Pelatihan agroforestri batch III yang diikuti Ayi Sobari dan Tami Siti Santi diselenggarakan pada 9–13 September 2025 di Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Bandung Barat. Sebanyak 388 peserta, terdiri dari lulusan SMK Kehutanan, pemuda desa, dan warga sekitar, mengikuti pelatihan ini.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam pembukaan menegaskan pelatihan agroforestri diharapkan menjadi solusi konkret atas dua tantangan besar, yakni pengelolaan hutan lestari dan penyediaan lapangan kerja.
“Agroforestri bisa menyentuh dimensi ekonomi, sosial, dan ekologi secara bersamaan. Ini investasi jangka panjang untuk menumbuhkan green jobs,” ujarnya.
Agroforestri, yang mengintegrasikan pertanian dengan kehutanan, dinilai mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan sekaligus menjaga fungsi lingkungan. Program ini juga sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menekankan peran hutan sebagai cadangan pangan, energi, dan air bagi kesejahteraan masyarakat. ****