Perkuat Pasar Karbon, KLH Resmi Teken MRA dengan GCC dan Plan Vivo

MORE ARTICLES

Ecobiz.asia – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH)) resmi menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan pengembang sertifikat karbon sukarela Global Carbon Council (GCC) dan Plan Vivo Foundation.

Penandatanganan dilakukan oleh Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH Ary Sudijanto dan CEO Plan Vivo Keith Bohannon, serta Founding Chairman GCC Yousef Alhorr secara daring, dan disaksikan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Selasa (16/9/2025).

Menteri Hanif menyebut penandatanganan ini sebagai langkah penting melengkapi MRA sebelumnya dengan Gold Standard, skema perdagangan karbon internasional berbasis teknologi (tech-based).

Read also:  Pelajaran Ekowisata Maju di Swiss

“Hari ini kita melengkapinya dengan dua MRA lagi yaitu dengan Global Carbon Council yang juga tech-based dan Plan Vivo yang merupakan skema voluntary internasional berbasis alam (nature-based),” ujar Hanif.

Melalui MRA ini, Indonesia dan ketiga lembaga tersebut sepakat saling mengakui metodologi, standar pengukuran, serta sertifikat pengurangan emisi yang diterbitkan masing-masing pihak. “Apa yang nanti kita keluarkan, apa metodologi yang kita gunakan, apa yang kita gunakan sebagai ukuran itu saling kita akui,” tegas Hanif.

Read also:  Kawasan Konservasi dan Masyarakat Adat

Kesepakatan ini memungkinkan perdagangan karbon dilakukan melalui pasar sukarela (voluntary market), maupun pada pasar wajib (compliant market) sesuai Paris Agreement. Semua transaksi wajib tercatat dalam Sistem Registri Nasional (SRN) sebagai bentuk kedaulatan data karbon Indonesia.

Hanif menjelaskan, sertifikat pengurangan emisi yang diterbitkan oleh Gold Standard, GCC, maupun Plan Vivo akan memiliki nilai setara dengan Sertifikat Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI). Demikian pula sebaliknya, sertifikat yang dikeluarkan Indonesia akan diakui oleh ketiga skema tersebut.

Read also:  Agroforestri: Antara Harapan dan Fatamorgana

Lebih lanjut Hanif menjelaskan sertifikat kredit karbon yang diterbitkan oleh ketiga pengembang tersebut tidak perlu diotorisasi oleh pemerintah, jika diperdagangan pada pasar sukarela. Hanif menekankan, otorisasi pemerintah hanya diperlukan diperlukan jika kredit karbon tersebut dipasarkan berdasarkan ketentuan Paris Agreement.

“Karbon yang digunakan untuk kepentingan voluntary biasanya untuk kegiatan sosial dan lain-lain, tetapi pada saat kemudian bicara Paris Agreement melalui pasar Compliant Market maka wajib diotorisasi oleh Menteri Lingkungan Hidup,” katanya. ***

TOP STORIES

MORE ARTICLES

Agroforestri: Antara Harapan dan Fatamorgana

Oleh:  Pramono Dwi Susetyo (Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Ecobiz.asia - Tulisan Kuntoro Boga, Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementan, di...

Kawasan Konservasi dan Masyarakat Adat

Oleh: Pramono Dwi Susetyo (Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Ecobiz.asia - Reformasi regulasi kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati belum sepenuhnya...

Pelajaran Ekowisata Maju di Swiss

Oleh: Pramono Dwi Susetyo (Pernah bekerja di Kementerian Kehutanan) Ecobiz.asia - Pada penghujung Juni 2025, saya berkesempatan berkunjung ke beberapa negara Eropa Barat: Swiss, Jerman,...

Dari BRGM ke Kemenhut, Strategi Rehabilitasi Mangrove Butuh Konsistensi

Oleh: Pramono Dwi Susetyo (Pernah bekerja di Kementerian Kehutanan) Ecobiz.asia - Indonesia beruntung memiliki etalase hutan yang lengkap, mulai dari pantai hingga hutan hujan dataran...

Mempertanyakan Komitmen Perjanjian Paris Kala Emisi Global Terus Meningkat

Oleh:  Pramono Dwi Susetyo (Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Ecobiz.asia - Pada Konferensi Para Pihak (Conference of the Parties/COP) 21 di Paris,...

TOP STORIES

Indonesian Smallholders Voice Impact of Global Trade Rules in Dialogue with UK Industry

Ecobiz.asia — Indonesian smallholder farmers voiced their concerns over the impact of global trade regulations, including the European Union Deforestation Regulation (EUDR), in a...

Dialog dengan Pelaku Industri Inggris, Petani Indonesia Suarakan Dampak Regulasi Perdagangan Global

Ecobiz.asia — Petani kecil Indonesia menyuarakan langsung dampak regulasi perdagangan global, termasuk regulasi deforestasi Uni Eropa (EUDR), saat berdialog dengan pelaku industri Inggris di...

ENSIA 2025: Pemerintah Tekankan Dunia Usaha Harus Jadi Motor Inovasi Hijau

Ecobiz.asia — Pemerintah menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mungkin tercapai tanpa keberlanjutan, dan dunia usaha harus menjadi motor inovasi hijau untuk menghadapi risiko perubahan...

Menteri Bahlil Lantik Empat Pejabat Eselon I Kementerian ESDM: Ingatkan Soal Hilirisasi

Ecobiz.asia — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melantik dan mengambil sumpah empat Pejabat Tinggi Madya (Eselon I) di lingkungan Kementerian...

Kemenhut Ajukan Modifikasi Batas Hutan Warisan Dunia UNESCO demi Pemanfaatan Panas Bumi

Ecobiz.asia — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengajukan permohonan modifikasi batas kawasan konservasi yang berstatus Warisan Dunia UNESCO agar potensi panas bumi di dalamnya dapat dimanfaatkan. Potensi...