Ecobiz.asia – Adopsi International Financial Reporting Standards (IFRS) S1 dan S2 akan memperkuat transparansi dalam pelaporan keberlanjutan sekaligus memberikan akses yang lebih besar kepada perusahaan Indonesia untuk mendapatkan pembiayaan hijau dari pasar internasional.
Demikian mengemuka pada seminar “Peran IFRS dalam Perencanaan Pembangunan Nasional Berketahanan Iklim” yang diselenggarakan Pusat Perubahan Iklim ITB di Bandung, Rabu (30/7/2025).
Menurut Spesialis Keuangan Berkelanjutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rezza Prisandy, penerapan IFRS S1 dan S2 akan menciptakan ruang yang lebih besar bagi perusahaan Indonesia untuk menarik investasi dari pasar internasional, khususnya dalam sektor yang berkelanjutan.
“Penerapan standar ini bukan hanya untuk kepatuhan, tapi untuk menciptakan ruang yang lebih besar bagi perusahaan Indonesia untuk menarik investasi dari pasar internasional, khususnya yang terkait dengan sektor berkelanjutan,” ujar Rezza Prisandy.
IFRS S1 dan S2 mengharuskan perusahaan untuk mengungkapkan informasi terkait dengan risiko iklim dan keberlanjutan yang mempengaruhi kinerja finansial mereka.
Standar S1 mencakup pengungkapan tentang bagaimana perusahaan mengelola risiko keberlanjutan dan dampaknya terhadap bisnis, sementara S2 lebih fokus pada risiko fisik yang terkait dengan perubahan iklim dan dampaknya terhadap aset dan operasi perusahaan.
Dengan adanya standar ini, perusahaan diharapkan dapat melaporkan strategi adaptasi mereka terhadap perubahan iklim, serta tindakan yang diambil untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.
Menurut Rezza, investor kini semakin mengutamakan faktor keberlanjutan ketika memutuskan untuk berinvestasi. Mereka tidak hanya mencari keuntungan finansial, tetapi juga bagaimana perusahaan dapat berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.
“Investor kini tidak hanya mencari keuntungan finansial, tetapi juga mempertimbangkan bagaimana sebuah perusahaan dapat berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim. Indonesia, dengan segala potensi alam dan sumber daya yang dimilikinya, harus memanfaatkan momentum ini,” tambah Rezza.
Hal senada juga ditegaskan Perencana Ahli Muda Koordinator Ekonomi Hijau Bappenas Anggi Pertiwi. Menurut dia IFRS S2 dan S2 ini akan meningkatkan daya tarik perusahaan di mata investor.
“Pasar kini semakin menilai kinerja ESG perusahaan. Penerapan IFRS ini memungkinkan perusahaan menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan,” ujarnya.
Transisi Hijau
Implementasi IFRS S1 dan S2 juga diharapkan dapat menjadi pendorong utama dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Rezza mencatat bahwa sektor jasa keuangan memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau. Dengan semakin banyaknya investor yang tertarik pada produk-produk berkelanjutan, sektor keuangan Indonesia perlu bekerja sama dengan pemerintah untuk menyediakan instrumen pembiayaan yang mendukung sektor hijau.
“Pembiayaan hijau adalah langkah penting dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon. Sektor jasa keuangan Indonesia harus siap mengelola pembiayaan ini dan membantu perusahaan dalam mengakses modal untuk proyek-proyek yang ramah lingkungan,” kata Rezza. ***