Ecobiz.asia – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan pentingnya peran tokoh agama, adat, dan masyarakat dalam mengatasi krisis lingkungan yang kini dianggap sebagai krisis kemanusiaan.
Hal itu disampaikan dalam diskusi lintas agama dan masyarakat bertajuk “Kolaborasi Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Mendorong Kepedulian Lingkungan” di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Forum ini diharapkan melahirkan jaringan tokoh agama dan masyarakat peduli lingkungan di berbagai daerah sebagai motor kampanye perubahan perilaku, gotong royong, dan kolaborasi lintas sektor melalui pendekatan pentahelix.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menyebut kepemimpinan moral tokoh agama dan masyarakat menjadi kunci membangun kesadaran kolektif agar perlindungan lingkungan lebih berdampak luas.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi ini akan memperkuat langkah pemerintah dalam menghadapi krisis lingkungan sekaligus menjaga keberlanjutan generasi mendatang,” ujarnya.
Wakil Menteri LH, Diaz Hendropriyono, menambahkan survei menunjukkan ulama dan pemuka agama merupakan figur paling berpengaruh dalam menggerakkan masyarakat terkait isu lingkungan. Ia menekankan, krisis iklim bukan sekadar fenomena alam, melainkan akibat ulah manusia sehingga membutuhkan gerakan bersama.
Indonesia menghadapi tantangan serius dengan indeks kualitas lingkungan hidup 2024 di angka 73,53, sementara 150 daerah masih di bawah skor 65.
Dari total 56,63 juta ton sampah per tahun, sekitar 34,54 juta ton belum terkelola, disertai ancaman deforestasi dan tingginya emisi gas rumah kaca. KLH/BPLH menargetkan pengelolaan sampah 100 persen pada 2029 melalui ekonomi sirkular.
Sejumlah tokoh lintas agama juga menegaskan krisis lingkungan sebagai panggilan moral dan spiritual. Din Syamsuddin menilai kolaborasi lintas iman harus diperluas, sementara pemuka agama dari Katolik, Kristen, Buddha, dan Hindu menekankan ajaran masing-masing dapat mendorong praktik ramah lingkungan dalam keseharian. ***