Ecobiz.asia — Pemerintah Indonesia mengharapkan dukungan konkret dari Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) dalam memperkuat pengembangan pasar karbon nasional.
Dukungan tersebut dinilai penting untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau sekaligus memastikan pencapaian target penurunan emisi sesuai dokumen Second Nationally Determined Contribution (NDC) versi 3.0.
Harapan itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, dalam pertemuan bilateral dengan Sekretaris Eksekutif UNFCCC Simon Stiell di Jakarta, Jumat (25/7/2025).
Pertemuan ini menjadi bagian dari rangkaian diplomasi iklim Indonesia menjelang Konferensi Perubahan Iklim COP30 di Belém, Brasil, yang akan berlangsung November mendatang.
Menurut Hanif, penguatan sistem pasar karbon yang kredibel dan transparan sangat penting, dan Indonesia berharap UNFCCC dapat memfasilitasi forum regional untuk memperkuat dialog teknis antarnegara serta mendukung percepatan operasionalisasi pasar karbon Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, Hanif menegaskan bahwa pada Second NDC 3.0 Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 440 juta ton CO2e pada 2030, dan meningkat menjadi 525 juta ton CO2e pada 2035, dengan menggunakan tahun dasar 2019. Dokumen ini disusun secara inklusif dan sejalan dengan arah pembangunan nasional.
“Penyusunan dokumen dilakukan secara inklusif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan serta terintegrasi dalam agenda pembangunan nasional,” jelas Menteri Hanif.
Pemerintah juga mendorong sektor energi dan kehutanan sebagai kontributor utama pengurangan emisi, melalui langkah-langkah seperti penghentian bertahap PLTU batubara, pencegahan kebakaran hutan, dan penguatan target sektor Forestry and Other Land Use (FOLU).
Hanif menyebut bahwa transisi menuju ekonomi hijau memerlukan dukungan besar, termasuk dari sisi pembiayaan dan penguatan kapasitas. Untuk itu, kerja sama internasional melalui UNFCCC menjadi sangat krusial. ***