Ecobiz.asia – IDCTA (Indonesia Carbon Trade Association) menjajaki semua peluang untuk masuk ke pasar karbon global dengan memanfaatkan berbagai standar internasional.
Apalagi, dengan kondisi geografis Indonesia yang luas dan beragam topografi, tidak ada satu standar yang baku yang berlaku untuk seluruh bentang lahan.
Ketua IDCTA, Riza Suarga menyatakan pihaknya terus memperkuat daya saing anggotanya yang mayoritas pengembang proyek karbon, agar mampu menavigasi pasar global.
“ART TREES bisa menjadi opsi baru bagi anggota untuk menyesuaikan pendekatan sesuai kondisi di lapangan,” ujarnya disela dialog dengan Sekretariat Architecture for REDD+ Transactions (ART) di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Dialog tersebut dihadiri langsung Managing Director ART Christina Magerkurth. ART TREES adalah standar kredit karbon berbasis yurisdiksi yang dikembangkan oleh ART untuk mendukung pendanaan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+).
Menerapkan pendekatan yurisdiksi berarti ART TREES hanya dapat menerima pendaftaran dari pemerintah nasional atau subnasional. Meski demikian, dimungkinkan adanya kemitraan dengan sektor swasta (public-private partnership).
IDCTA menyoroti potensi standar ART TREES sebagai alternatif bagi pengelolaan karbon hutan, khususnya di wilayah yang kurang sesuai dengan metodologi lain seperti VERRA atau Gold Standard.
“Landscape Indonesia ini sangat beragam. Saya melihat ada metodologi Verra yang nggak cocok misalnya di daerah tertentu. Tapi mungkin ART bisa lebih cocok , ataupun gold standard misalnya lebih cocok. Jadi kita ingin memperkaya anggota untuk lebih paham mana yang kira-kira menarik dan mana yang bisa didorong untuk dimaksimalkan. Toh ini semuanya untuk perbaikan lingkungan, manfaatnya juga lebih baik,” kata Riza.
Selain itu, lanjut Riza, ART TREES juga membuka peluang untuk kemitraan publik-swasta dalam implementasinya. “Banyak anggota kami memiliki kedekatannya dengan pemerintah daerah misalnya, bahkan pemerintah daerah itu kemitraan dengan para anggota kita itu cukup kuat. Jadi saya pikir ini juga satu peluang yang menarik,” katanya.
Menurut Riza, meski skema ART TREES diimplementasikan dengan pendekatan yurisdikasi, namun dalam pelaksanaannya pemerintah tidak akan bisa sendirian. Kolaborasi dengan sektor swasta akan menjadi sangat penting.
Selain menawarkan fleksibilitas metodologi melalui pendekatan reduksi emisi, restorasi, dan high forest low deforestation, Riza menekankan bahwa ART TREES juga telah diakui untuk skema internasional seperti CORSIA. Hal ini membuka peluang pembiayaan lebih luas bagi proyek karbon kehutanan di Indonesia.
Dialog ini diharapkan memperkaya pemahaman anggota IDCTA dalam memanfaatkan standar karbon global yang relevan dengan karakteristik hutan Indonesia, sekaligus mendorong adopsi berbagai mekanisme untuk mempercepat pendanaan dan pengelolaan hutan nasional. ***