Ecobiz.asia – Setelah melalui negosiasi yang panjang dan alot, Pemerintah Indonesia cq. Kementerian Lingkungan Hidup dan lembaga pengembang sertifikasi karbon sukarela, Verra mencapai kesepakatan untuk perdagangan karbon.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan penandatanganan Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk saling pengakuan sertifikat Verra dengan Sertifikat Penurunan Emisi Indonesia (SPEI) akan dilakukan Jumat, 3 Oktober 2025.
“Dengan demikian kita akan bangun keunggulan kompetitif dengan karbon yang berkualitas,” kata Menteri Hanif saat membuka Forum Kolaborasi Pemulihan Ekosistem Gambut dan Mangrove di Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Sebelum dengan Verra, Indonesia telah menandatangani MRA dengan tiga lembaga pengembang sertifikat karbon sukarela lain yaitu Gold Standard, Global Carbon Council (GCC), dan Plan Vivo.
Menurut Hanif, hal ini berarti Indonesia telah membangun ekosistem perdagangan karbon sukarela dengan lengkap. Gold Standard dan GCC merupakan pengembang sertifikasi karbon berbasis teknologi (Tech Based). Sementara Plan Vivo dan Verra adalah pengembang sertifikasi karbon berbasis alam (Nature Based).
Hanif mengungkapkan, telah ada 3 juta ton CO2 kredit karbon hutan Indonesia yang telah tercatat oleh Verra. Kemudian ada
sekitar 15 juta ton CO2 lagi yang siap untuk terbitkan karbon kreditnya. “Ini akan sekalian diumumkan saat penandatangan MRA,” kata Hanif.
Hanif menyatakan, Indonesia seharusnya mendapat harga premium untuk kredit karbon hutan yang dihasilkan. Pasalnya, hutan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.
“Karbon kita tidak boleh murah-murah amat dibandingkan karbon Eropa. Di sana pohonnya nggak lebih dari 50 jenis, kita biodiversitas luar biasa,” katanya.
Pada kesempatan itu, Menteri Hanif juga meminta pengembang proyek karbon Indonesia untuk menjaga integritas dan kualitas karbon Indonesia. “Jangan sertifikatnya dibuat-buat karena akan menghancurkan nilai karbon kita,” tegas Menteri Hanif. ***