Ecobiz.asia – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan lembaga pengembang standar karbon independen Verra resmi menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk saling mengakui skema penerbitan kredit karbon, Jumat (3/10/2025).
Berkat kesepakatan tersebut, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq optimistis Indonesia dapat membawa hingga 50 juta ton CO₂ kredit karbon untuk dipasarkan ke pasar global dalam Konferensi Iklim COP30 di Belém, Brasil, November mendatang.
Hanif mengungkapkan, KLH telah mengidentifikasi sejumlah perusahaan konsesi kehutanan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang juga terdaftar sebagai pengembang proyek karbon di Verra.
“Kami juga telah mengidentifikasi beberapa project proponent pada skema Verra yang berpotensi menjadi mitra pelaksanaan multi-skema,” kata Hanif di Jakarta.
Perusahaan yang masuk daftar tersebut antara lain PT Nusantara Raya Solusi, PT Global Alam Nusantara, PT The Best One Unitimber, PT Gemilang Cipta Nusantara, PT Sinar Mutiara Nusantara, PT Rimba Makmur Utama (Unit I & II), PT Mohairson Pawan Khatulistiwa, PT Menggala Rambu Utama, dan PT Annisa Surya Kencana.
Potensi unit karbon dari perusahaan-perusahaan itu mencapai 17,27 juta ton CO₂, dengan target penerbitan unit karbon hingga pertengahan 2026. Menurut Hanif, potensi kredit karbon dari proyek yang terdaftar di Verra sangat besar sehingga banyak pihak menunggu kepastian penandatanganan MRA Indonesia–Verra.
“Nature-based solution ini sebagian besar dikoordinasi oleh pasar Verra. Begitu Verra tanda tangan, maka akan mengalir,” ujarnya.
Untuk pengembangan perdagangan karbon, Hanif menjelaskan KLH selaku Designated National Authority (DNA) juga telah memfasilitasi implementasi skema Pasal 6.4 Persetujuan Paris. Saat ini terdapat 14 project proponent yang disepakati akan diterbitkan persetujuannya untuk ditransisikan dari skema Clean Development Mechanism (CDM).
Selain transisi CDM, pelaku usaha juga dimungkinkan mendaftarkan proyek baru ke dalam skema Pasal 6.4. Di luar itu, terdapat 60 usulan proyek yang diajukan melalui Pasal 6.2 dalam kerja sama bilateral Indonesia–Jepang.
Indonesia juga telah meneken kerja sama bilateral dengan Norwegia melalui Norwegian Article 6 Climate Action Fund (NACA) pada 25 Juli 2025 di London, dengan komitmen sebesar 12 juta ton CO₂ ekuivalen untuk periode 2026–2035.
Sementara itu, berdasarkan data Gold Standard, terdapat 29 proyek dari Indonesia yang sudah terdaftar, dengan 19 proyek di antaranya memperoleh sertifikasi dan menghasilkan total 4,6 juta ton CO₂ kredit karbon. Indonesia dan Gold Standard sebelumnya telah menandatangani MRA. MRA juga sudah diteken dengan Global Carbon Council (GCC) dan Plan Vivo.
Dengan rangkaian kerja sama tersebut, Hanif menargetkan Indonesia dapat memasarkan hingga 50 juta ton CO₂ kredit karbon saat COP30.
“Di sana kita akan membangun integrated carbon market dari Indonesia. Nilainya tergantung bagaimana kita meyakinkan pasar,” kata Hanif. ***