Ecobiz.asia – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menargetkan pemanfaatan dana perdagangan karbon, termasuk dari Green Climate Fund (GCF), kerja sama bilateral, dan voluntary carbon market, untuk mendukung rehabilitasi 6,5 juta hektare lahan hutan terdegradasi di Indonesia.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni seusai membuka Kick-off Meeting Penyusunan Concept Note dan Proposal Pendanaan Baru REDD+ GCF Tahap II di Jakarta, Selasa (12/8/2025) mengatakan membuka seluruh peluang agar Indonesia mendapat pendanaan karbon.
“Ini kita lihat sebagai peluang, selain kerja sama dengan GCF, bilateral, atau perdagangan karbon yang melibatkan swasta,” katanya.
Dia menjelaskan, dibukanya pintu perdagangan karbon kehutanan maka akan ada investasi swasta yang masuk untuk mendukung rehabilitasi lahan terdegradasi.
“Kepentingan kami, sebenarnya kan kita punya sekitar 6,5 juta ha di sektor kehutanan , di hutan kita yang didefinisikan sebagai degraded land, lahan kritis ya. Dengan kemudian kita buka voluntary carbon market ini, kita berharap akan ada investasi untuk menanam di daerah-daerah yang tandus itu,” kata Raja Juli.
Dia melanjutkan, sebagai sebuah investasi, maka investor yang masuk ke pasar karbon kehutanan tentu akan mendapat insentif dari kegiatan usahanya. Meski demikian, Menhut menegaskan, Negara tetap akan mendapat manfaat, misalnya melalui pajak.
“Sebagai konsekuensi tentu swasta mendapatkan insentif dari usaha mereka. Tapi saya kira juga akan baik untuk pendapatan negara melalui pajak dan lain sebagainya. Sebuah mekanisme yang akan kita bicarakan bersama,” kata Raja Juli.
Dia menyatakan perdagangan karbon sukarela sektor kehutanan akan segera dibuka begitu revisi Peraturan Presiden No 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon selesai. ***