Ecobiz.asia – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem melakukan pelepasliaran 4.605 individu Kura-Kura Moncong Babi (Carretochelys insculpta) hasil pembesaran (ranching) ke habitatnya.
Kepala Balai Besar KSDA Papua, A.G. Martana, menjelaskan kura-kura yang dilepasliarkan telah menjalani pemeriksaan kesehatan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Mimika.
“Untuk lokasi lepas liar, kami pilih di hutan adat Kampung Nayaro, karena letaknya relatif jauh dari masyarakat, dan kondisinya masih alami sehingga dapat menunjang kehidupan semua satwa yang dilepasliarkan. Selain itu, masyarakat adat di Kampung Nayaro juga memberikan dukungan, termasuk dalam hal perlindungan satwa-satwa liar di alam,” ungkap Martana.
Baca juga: PHI dan BOSF Teruskan Kerja Sama, Pelestarian Orangutan Lewat Sekolah Hutan
Pelepasliaran dilakukan, Rabu, 7 Agustus 2024 di hutan adat Kampung Nayaro, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Kura-kura moncong babi merupakan spesies yang dilindungi undang-undang berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 tahun 2018, dan dikategorikan sebagai spesies vulnerable atau rentan dalam daftar merah IUCN.
Satwa yang juga dikenal dengan sebutan pig-nosed turtle ini merupakan spesies kura-kura air tawar yang endemik di beberapa bagian Papua, Papua Nugini, dan Australia bagian utara.
Pratita Puradyatmika, Manager Environmental Central System & Project PT Freeport Indonesia mengatakan pihaknya berkomitmen untuk terus memberikan dukungan terhadap upaya pelestarian lingkungan dalam menjaga keanekaragaman hayati di Papua.
Salah satu kuncinya adalah melakukan Kerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya kerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua yang telah terjalin.
“Untuk mewujudkan komitmen tersebut, kita bisa bekerja bersama-sama untuk mencapai hasil yang lebih maksimal,” kata Pratita.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG), Nunu Anugrah, menyampaikan pelepasliaran ini merupakan bukti nyata bahwa konservasi ex-situ dapat mendukung konservasi in-situ, atau dikenal dengan ex-situ linked to in-situ program. ***