Ecobiz.asia — Pemerintah menegaskan komitmen memperkuat peran masyarakat hukum adat (MHA) dalam pengelolaan hutan lestari. Hingga 2025, hutan adat yang telah ditetapkan mencapai 334.092 hektare melalui 161 surat keputusan di 19 provinsi dan 42 kabupaten. Tahun ini, pemerintah menargetkan tambahan penetapan 70 ribu hektare.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan masyarakat hukum adat merupakan penjaga terbaik hutan karena keterlibatan mereka dalam menjaga dan mengelola kawasan secara berkelanjutan.
“Saya percaya bahwa masyarakat hukum adat adalah the best guardian of the forest dalam mendukung pengelolaan hutan kita secara lestari,” ujarnya pada penutupan Proyek TERRA for Customary Forest (TERRA-CF) di Jakarta, Senin (29/9/2029).
Untuk mempercepat penetapan hutan adat, Raja Juli telah membentuk Satgas Hutan Adat sejak Maret 2025. Satgas ini ditugaskan menyelesaikan konflik tenurial melalui pendekatan klaster, dimulai dari kasus yang paling mudah dipecahkan sambil memperbaiki regulasi yang ada.
Proyek TERRA-CF, yang berjalan sejak 2023 dengan dukungan hibah dari Climate and Land Use Alliance (CLUA), telah menyalurkan lebih dari Rp14,8 miliar kepada 107 MHA di 15 provinsi. Dana ini memperkuat kapasitas masyarakat dalam mengelola hutan adat secara mandiri sekaligus meningkatkan kesejahteraan.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Joko Tri Haryanto, menekankan keberhasilan proyek ini lahir dari kolaborasi lintas sektor dan pendanaan yang transparan.
“Ini bukan sekadar pendanaan, tetapi juga membangun kapasitas dan kepercayaan agar MHA menjadi pelaku utama dalam pengelolaan hutan,” katanya.
Ke depan, Kementerian Kehutanan bersama BPDLH, CLUA, dan 18 organisasi masyarakat sipil akan melanjutkan pola kolaborasi multipihak TERRA-CF untuk memperluas pengelolaan hutan berbasis masyarakat. ***