Ecobiz.asia – Program perhutanan sosial harus terus diperluas guna memastikan pemerataan akses dan kesejahteraan masyarakat, terutama di wilayah-wilayah hutan yang selama ini terpinggirkan dari pembangunan.
Hal itu disampaikan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni saat menutup secara resmi proyek Strengthening of Social Forestry (SSF) di Jakarta, Rabu (24/6/2025). Proyek yang didukung oleh Global Environment Facility (GEF) dan Bank Dunia ini telah berlangsung sejak 2015-2016, dan menjadi bagian dari agenda prioritas nasional dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat.
“Sampai hari ini, telah diberikan akses kelola seluas 8,3 juta hektare hutan kepada masyarakat. Namun, tantangan kita adalah memastikan akses tersebut benar-benar meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Raja Juli.
Ia menyebut dari sekitar 15.000 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang terbentuk, baru 83 kelompok berstatus platinum, sedangkan lebih dari 8.400 masih berada di level blue, atau dasar. Ia mendorong agar kolaborasi lintas sektor diperkuat melalui pendekatan Penta-Helix yang melibatkan pemerintah, swasta, LSM, akademisi, dan media.
“Kementerian Kehutanan membuka diri seluas-luasnya untuk kerja sama. Hutan kita harus lestari, pembangunan tidak boleh berhenti, dan kesejahteraan masyarakat harus tercapai,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Menteri Raja Juli menyambut baik deklarasi sejumlah kepala daerah untuk melanjutkan program SSF pasca-penutupan proyek. Ia berharap program serupa dapat diperluas ke wilayah lain melalui kerja sama dengan pemda, NGO lokal, dan mitra internasional.
“Kita tidak boleh membiarkan aset masyarakat ini menjadi mangkrak. Akses kelola yang sudah diberikan harus produktif dan membawa manfaat nyata,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Program Leader Lead Agriculture Specialist The World Bank, Vikas Choudhary, menyampaikan apresiasi atas keberhasilan proyek SSF dan kontribusinya terhadap pembangunan hijau dan pengurangan kemiskinan berbasis hutan.
“Program ini telah memberikan akses legal kepada lebih dari 1,4 juta keluarga, mencakup 8,3 juta hektare, dari target nasional 12,7 juta hektare,” kata Vikas.
Ia menambahkan, selama lima tahun implementasi, proyek SSF berkontribusi pada penguatan tiga pilar utama perhutanan sosial: pengelolaan kawasan, penguatan kelembagaan, dan pengembangan usaha. Lebih dari 364.000 hektare hutan telah dilegalkan melalui 706 usulan, mendukung 692 KUPS, di antaranya 500 KUPS menerima hibah dan 130 KUPS kategori platinum dan gold berhasil meningkatkan pendapatan dari berbagai komoditas.
“Ini bukan hanya pencapaian administratif, tetapi juga kisah hidup yang mengubah komunitas. Dengan akses legal ke tanah hutan, masyarakat berkembang, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas hidup,” tutur Vikas.
Ia juga menyoroti pentingnya dukungan terhadap kebijakan dan regulasi, penyederhanaan proses perizinan, peningkatan kapasitas, dan keterlibatan sektor swasta untuk memperkuat keberlanjutan usaha berbasis komunitas.
Baca juga: Ditetapkan Sebagai Proyek Strategis Nasional, Perhutanan Sosial Terus Digeber Kemenhut
Menutup sambutannya, Vikas menyampaikan ucapan selamat atas seluruh capaian program SSF yang dinilai selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia.
“Proyek ini menunjukkan komitmen terhadap kesejahteraan masyarakat, pembangunan hijau, dan pengelolaan hutan berkelanjutan,” ujarnya. ***