Ecobiz.asia — Kementerian Lingkungan Hidup mendorong perubahan paradigma pengelolaan limbah di Indonesia, dengan menekankan pentingnya pendekatan berbasis ekosistem untuk menjawab kompleksitas limbah rumah tangga dan plastik yang belum sepenuhnya terakomodasi dalam regulasi saat ini.
Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non-B3 (PLB3NB3) Kementerian Lingkungan Hidup, Achmad Gunawan Widjaksono, mengatakan bahwa sejumlah limbah spesifik dari rumah tangga seperti baterai bekas, obat nyamuk, aki, hingga jenis plastik tertentu berpotensi masuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) jika dikumpulkan dalam jumlah besar.
“Baterai itu sangat berbahaya. Namun karena berasal dari rumah tangga, belum disebut limbah [B3], padahal bukan sampah biasa. Ini perlu disadari karena termasuk sampah spesifik,” ujar Achmad dalam Talkshow Pengelolaan Limbah B3 dan Non-B3, yang digelar di Jakarta, Senin (23/6/2025), sebagai bagian dari rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup.
Baca juga: Baru 39,01 Persen Terkelola, KLH Reformasi Total Sistem Pengelolaan Sampah Nasional
Ia mengakui bahwa meskipun Indonesia telah memiliki regulasi dasar seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta turunannya, kebijakan tersebut belum sepenuhnya menjawab tantangan limbah modern yang terus berkembang dari sisi jenis maupun volumenya.
“Peraturan kita sudah cukup lengkap, tapi belum mampu menjangkau kompleksitas di lapangan. Setiap jenis limbah memerlukan teknologi pengelolaan tersendiri. Ini sangat rumit,” kata Achmad.
Ia juga menyampaikan bahwa limbah plastik berpotensi dikategorikan sebagai limbah B3 di masa mendatang, seiring meningkatnya kesadaran global terhadap dampak plastik terhadap lingkungan dan kesehatan.
“Ke depan mungkin perlu izin karena plastik bisa masuk kategori limbah,” ujarnya.
Menurut Achmad, persoalan limbah seharusnya dilihat dalam kerangka ekosistem alami. Ia menekankan bahwa dalam sistem alam tanpa campur tangan manusia, tidak ada sisa yang tak termanfaatkan. Oleh karena itu, ia mendorong pendekatan yang meniru siklus alami dalam pengelolaan limbah.
Baca juga: Indonesia Harus Akhiri Krisis Sampah Plastik Lewat Aksi Kolektif, KLH Siapkan Langkah Strategis
“Kalau bumi ini hanya dihuni binatang dan tanaman tanpa manusia, tidak akan ada sisa yang tidak bisa digunakan kembali. Miss itu buatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Karena itu penting untuk memutar kembali limbah agar tidak menumpuk dan mencemari,” katanya.
Ia menutup paparannya dengan menekankan bahwa selain regulasi yang adaptif, Indonesia memerlukan kesadaran kolektif masyarakat untuk mengelola limbah secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. ***