Ecobiz.asia — Pemerintah resmi menghapus kewajiban Persetujuan Impor (PI) untuk produk kehutanan, termasuk kayu dan produk turunannya.
Langkah ini merupakan bagian dari paket deregulasi perdagangan yang diumumkan untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan mendorong investasi di sektor padat karya.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan bahwa deregulasi impor kayu berlaku untuk 441 kode HS produk kehutanan.
“Kini impor produk kehutanan tidak lagi memerlukan PI dari Kemendag. Namun, tetap wajib disertai Deklarasi Impor (DI) guna menjaga ketelusuran dan legalitas kayu,” jelas Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30/6/2025) sore.
Baca juga: Masyarakat Sipil Tolak Pelemahan SVLK, Nilai Ekspor Kayu Indonesia Dipertaruhkan
Mendag menjelaskan, sebagian besar produk kehutanan yang diimpor ini memang bahan baku untuk industri, sehingga perlu dilakukan deregulasi. Misalnya kayu log, kayu lapis, peti kayu, dan lainnya.
Ketentuan teknis selanjutnya akan diatur oleh Kementerian Kehutanan.
Deregulasi ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperbaiki iklim investasi nasional.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni adanya deregulasi memberikan kepastian hukum, memudahkan investasi dan membangun lapangan kerja.
“Ini bagian dari yang akan kita kelola dengan baik regulasinya, sehingga adanya kepastian hukum, bagian dari ease of doing bussiness untuk memudahkan investasi, dan membangun lapangan kerja,” ungkap Menhut.
Baca juga: Produsen Plywood Antisipasi Manuver Trump Naikkan Tarif Impor Kayu
Selain itu, Menhut menegaskan pengusulan ini sudah melalui diskusi yang matang dari beberapa kementerian teknis, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Keuangan.
“Saya ingin menegaskan sekali lagi komitmen Kementerian Kehutanan untuk menyetujui, sepakat, karena ini bagian dari tim. Paket deregulasi ini sudah kita kerjakan bersama-sama,” tambahnya.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa Indonesia mengimpor kayu dan produk kehutanan senilai rata-rata 350–400 juta dolar AS per tahun, dengan volume mencapai lebih dari 1 juta ton, terutama dari Malaysia, Tiongkok, dan Vietnam. Produk-produk tersebut meliputi kayu gergajian, panel kayu, veneer, serta pulp dan kertas.
Langkah pelonggaran ini dilakukan sebagai bagian dari revisi besar terhadap kebijakan impor. Kementerian Perdagangan mencabut Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo. Nomor 8 Tahun 2024 dan menggantinya dengan sembilan Permendag baru, termasuk Permendag Nomor 16 Tahun 2025 tentang Ketentuan Umum Impor dan delapan Permendag lain berdasarkan klaster komoditas.
Baca juga: Aturan Wajib Parkir Devisa Hasil Ekspor SDA: Peluang dan Tantangan bagi Eksportir Kayu dan Sawit
Empat kelompok barang prioritas mendapat relaksasi impor, yaitu bahan baku industri, produk penunjang program nasional seperti nampan makanan untuk program Makan Bergizi Gratis, produk industri berdaya saing seperti sepeda dan alas kaki, serta produk kehutanan.
Untuk komoditas tertentu, PI digantikan hanya dengan Laporan Surveyor (LS), bahkan ada yang tidak lagi memerlukan LS.
Selain itu, Kemendag juga menerbitkan Permendag Nomor 25 dan 26 Tahun 2025 untuk mempermudah penerbitan izin usaha waralaba serta mencabut empat regulasi lama yang dinilai menghambat usaha perdagangan dalam negeri.
Pemerintah menyatakan akan terus mengevaluasi kebijakan deregulasi ini guna memastikan manfaatnya bagi pelaku usaha dan masyarakat. ***